Jumat, 16 Mei 2008

Sukuk, Inggris, dan Tantangan Bagi Bangsa

Oleh :

KH Didin Hafidhuddin
Guru Besar IPB dan Ketua Umum BAZNAS
Irfan Syauqi Beik
Dosen FEM IPB dan Kandidat Doktor Ekonomi Islam IIU Malaysia
Alhamdulillah dengan rahmat Allah akhirnya UU Surat Berharga Syariah Negara telah resmi disahkan oleh paripurna DPR pada tanggal 9 April 2008 lalu. Ini adalah sesuatu yang sangat menggembirakan dan menjadi momentum yang sangat baik untuk mengembangkan industri keuangan syariah ke depan.
Diharapkan arus investasi akan semakin meningkat, pintu lapangan kerja semakin tersedia, dan angka kemiskinan dapat dikurangi. Rencana pemerintah menerbitkan obligasi syariah senilai Rp 15 triliun patut mendapat apresiasi yang luar biasa. Meski demikian, bangsa ini harus terus-menerus berbenah dan memperbaiki diri, mengingat tantangan dan persaingan merebut pasar sukuk akan semakin ketat. Salah satu negara yang memiliki perhatian yang sangat tinggi terhadap sukuk adalah Inggris yang notabene bukan negara Islam.
Sikap Inggris
Dalam pidato yang disampaikan di hadapan Parlemen Inggris pada 12 Maret 2008 lalu, Menteri Keuangan Alistair Darling menegaskan bahwa Pemerintah Inggris memiliki komitmen yang sangat kuat untuk mengkaji penerbitan sukuk negara. Bukti komitmen tersebut adalah dengan memfasilitasinya melalui perencanaan penerbitan sukuk dalam APBN Inggris tahun 2008 ini.
Sejumlah langkah persiapan telah dilakukan sejak April 2007, termasuk meneliti implikasi dari penerbitan sukuk ini terhadap pasar keuangan London dan sistem hukum di negara tersebut. Bagi Inggris, langkah tersebut diambil sebagai upaya untuk menjadikan London sebagai pusat keuangan syariah terkemuka di dunia.
Bahkan, saat ini London merupakan pusat keuangan terkuat di Eropa (New Horizon edisi April-Juni 2007). Keseriusan Inggris juga dapat dilihat dari upaya Menkeu Alistair Darling yang telah mendirikan sejumlah lembaga khusus yang bertugas untuk memberikan input kebijakan yang terkait dengan pengembangan keuangan syariah, yaitu HM Treasury Islamic Experts Group dan HM Revenue and Customs (HMRC) Islamic Finance Group.
Selanjutnya, sejak 21 November 2007 hingga 12 Februari 2008, Kementerian Keuangan Inggris telah membuka konsultasi publik terkait dengan sukuk. Publik dipersilakan memberikan pendapat dan masukan melalui dokumen yang dapat diakses secara online oleh seluruh masyarakat tanpa kecuali.
Pada waktu yang bersamaan, otoritas keuangan Inggris, yaitu FSA (Financial Services Authority) memublikasikan laporan tentang peran yang telah dimainkannya dalam upaya mengembangkan industri keuangan syariah di negeri Ratu Elizabeth tersebut. Yang menarik, laporan tersebut memberikan sejumlah rekomendasi regulasi yang perlu diadopsi oleh Inggris untuk meningkatkan ekspansi bisnis keuangan syariahnya.
FSA juga mengingatkan urgensi menyiapkan SDM yang memiliki kualifikasi khusus untuk mengisi pos Dewan Pengawas Syariah (DPS) mengingat strategisnya peran DPS dalam mengawal kesesuaian bisnis dengan syariat Islam. Jika tidak disiapkan secara serius, hal tersebut berpotensi melemahkan upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah Inggris.
Sungguh ajaib, sebuah negara non-Muslim tetapi memiliki niat kuat untuk mencetak pakar yang diharapkan menguasai ilmu syariah sekaligus ilmu ekonomi. Selanjutnya, Inggris juga berniat menyelenggarakan London Sukuk Summit pada Juni 2008 dengan agenda utamanya antara lain pembahasan tentang rencana Pemerintah Inggris untuk menerbitkan sukuk di pasar retail dan beberapa isu syariah, seperti masalah underlying asset dalam transaksi sukuk serta implementasi bagi hasil dalam sukuk musyarakah.
Dari sisi pelaku pasar, sejumlah perusahaan besar yang termasuk ke dalam kategori blue chip di bursa London mengisyaratkan kesiapan mereka untuk segera menerbitkan sukuk korporasi pada akhir 2008 ini atau awal tahun 2009. Mereka telah mempersiapkan sejumlah langkah sambil menunggu rencana pemerintah melakukan sejumlah perubahan kebijakan dan peraturan terkait dengan masalah perpajakan dan agraria (pertanahan).
Hal lain yang menarik adalah demam sukuk ini juga melanda panitia Olimpiade London 2012. Mereka juga berencana menggali sumber dana penyelenggaraan yang mencapai angka 10 miliar poundsterling (sekitar Rp 180 triliun) melalui sukuk. Angka ini senilai dengan 22,14 persen dari total APBN Indonesia.
Respons oposisi
Meski demikian, upaya Pemerintah Inggris menerbitkan sukuk ini sempat mendapatkan penentangan, terutama dari partai oposisi. Salah satu tokohnya adalah Edward Leigh, anggota parlemen senior dari Partai Konservatif, yang menyatakan bahwa rencana tersebut berpotensi mengubah sistem hukum Inggris yang sekuler ke sistem yang mengadopsi agama tertentu.
Kalangan lain juga sempat mengingatkan bahwa kondisi tersebut mengancam nilai-nilai sekuler Inggris yang selama ini telah diterapkan. Namun, pemerintah yang dimotori oleh Partai Buruh sepertinya tidak peduli. Mereka berpendapat bahwa manfaat yang akan didapat Inggris jauh lebih besar bila dibandingkan dengan madharatnya. Apalagi, hingga saat ini mereka masih merasakan dampak dari krisis kredit perumahan yang terjadi di AS sehingga mencari alternatif instrumen keuangan menjadi sebuah kebutuhan yang tidak terelakkan.
Isu lain yang diangkat pihak oposisi adalah terkait dengan manfaat yang didapat oleh rakyat dan penguasaan asing atas aset-aset Inggris, seperti tanah dan bangunan. Pemerintah pun telah memberikan respons dengan menyatakan hal tersebut tidak perlu dikhawatirkan.
Manfaat yang akan didapat sangat banyak, seperti tambahan pendapatan pajak negara yang dihasilkan dari transaksi syariah di bursa. Apalagi, sejumlah investor Timteng yang kelebihan likuiditas juga telah menyatakan minatnya untuk berinvestasi di pasar sukuk Inggris. Ini tentu saja akan memberikan keuntungan ekonomis yang luar biasa bagi rakyat Inggris.
Kemudian, tentang penguasaan asing atas aset-aset Inggris, pemerintah menyatakan penguasaan itu terjadi hanya atas hak untuk memanfaatkan aset dan bukan memiliki aset karena konsep yang akan dijalankan adalah lebih menitikberatkan pada sukuk ijarah. Jika yang digunakan adalah sukuk musyarakah, pemerintah bisa menerapkan pola musyarakah mutanaqisah, dengan aset yang telah dikuasai pihak lain dapat dibeli kembali secara bertahap sesuai dengan kesepakatan.
Lembaga The UK's National Savings and Investments (NS&I) pun diperkirakan akan menyelesaikan laporan studi kelayakan sukuk pada musim semi mendatang. Laporan tersebut menjadi salah satu bahan penting dalam pengambilan kebijakan Pemerintah Inggris ke depan.
Tantangan bagi bangsa
Kondisi yang terjadi di Inggris yang berambisi menguasai pasar sukuk bagi kepentingan ekonominya menunjukkan bahwa Islam adalah ajaran yang bersifat universal dan bermanfaat bagi seluruh manusia tanpa kecuali. QS Ar Rum: 30 telah mengingatkan kita bahwa Islam adalah agama yang sejalan dengan fitrah manusia, siapa pun orangnya dan apa pun agamanya.
Bahkan, jika ajaran Islam dilaksanakan dengan baik, maka manfaatnya akan dirasakan oleh seluruh manusia dan alam semesta (QS al-Anbiya: 107). Harus disadari bahwa ekonomi syariah tidak bersifat diskriminatif karena ia bagian dari ajaran Islam yang telah Allah turunkan untuk seluruh manusia dan bukan diturunkan untuk etnis atau ras tertentu saja (QS Saba : 28).
Insya Allah tidak akan ada pihak yang dizalimi karena sesungguhnya ekonomi syariah itu dibangun di atas prinsip keadilan (QS al-Hadid: 25) dan prinsip antieksploitasi (QS Al Baqarah: 279). Bagi Indonesia, sikap Inggris ini harus dipandang sebagai sesuatu yang positif dalam menumbuhkan kompetisi yang sehat.
Kita tidak perlu khawatir, apalagi Indonesia kaya dengan sumber daya. Penulis memperkirakan peta pangsa pasar sukuk yang selama ini didominasi Malaysia akan berubah dalam waktu kurang dari 10 tahun. Bisa jadi, Indonesia yang nantinya akan menjadi leader penerbitan sukuk dunia. Yang terpenting adalah komitmen dan keberpihakan kita untuk menjadikan ekonomi syariah sebagai panglima perekonomian nasional.
Ikhtisar:
- Inggris sangat memahami manfaat yang besar akan lahir dengan mempraktikkan bisnis syariah.
- Potensi dana dari Timur Tengah sangat besar.

Sabtu, 23 Februari 2008

Menggali Potensi dan Kekuatan Umat

Meskipun pada saat ini umat dan bangsa Indonesia sedang menghadapi berbagai problem yang berat dan kompleks, seperti kemiskinan, kebodohan, pengangguran, perpecahan, musibah yang terus-menerus datang bertubi-tubi, tetapi tidak boleh menyurutkan keinginan dan tekad untuk tetap menggali potensi dan kekuatan yang ada. Tidak ada dalam kamus kehidupan kaum muslimin, frustasi dan putus asa. "...dan janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tidaklah berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir." (QS. Yusuf [12]: 87).

Bahkan al-Qur'an mengajarkan, jika kita tetap bekerja keras, cerdas dan ikhlas, sesuai dengan profesi dan keahlian masing-masing dan mempersembahkan yang terbaik dalam kehidupan ini, maka kesulitan akan berubah menjadi kemudahan. Ketakutan akan berubah menjadi harapan. Pesimisme akan berubah menjadi optimisme. Allah SWT berfirman dalam QS. Alam Nasyrah [94] ayat 5-6: "
Maka sesungguhnya sesudah kesulitan itu terdapat kemudahan (5) Sesungguhnya sesudah kesulitan itu terdapat kemudahan (6)." Juga firman-Nya dalam QS. Al-Isra' [17] ayat 84: "Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing." Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya."

Kekuatan Ajaran
Sebagai satu-satunya ajaran yang diridlai-Nya (QS. Ali Imran [3]: 19 dan 85), Islam adalah ajaran yang komprehensif dan universal, yang sesuai dengan kebutuhan hidup manusia, kapan dan dimanapun (QS. Ar-Rum [30]: 30) yang mampu memberikan jawaban secara tuntas terhadap segala problematika kehidupan. Dalam bidang ekonomi misalnya, disamping menekankan aspek pertumbuhan juga menekankan aspek pemerataan (economic growth with equity) melalui mekanisme zakat, infaq, wakaf dan bentuk-bentuk keuangan publik lainnya. Tidak boleh harta itu hanya dikuasai oleh kelompok-kelompok tertentu yang kaya, mapan dan dekat dengan lingkaran kekuasaan (QS. Al-Hasyr [59]: 7). Sistem ekonomi kapitalistik dan ribawi yang saat ini mendominasi dunia (juga Indonesia) telah melahirkan kesenjangan yang sangat dahsyat dan luar biasa.


Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Maddison (2001), terungkap bahwa kesenjangan pendapatan antar wilayah regional dan benua cenderung mengalami peningkatan sejak tahun 1870 hingga tahun 2000 M. Rasio perbandingan antara pendapatan per kapita kelompok terkaya dan kelompok termiskin meningkat dari 5 : 1 pada tahun 1870 menjadi 19 : 1 pada tahun 1998. Begitu pula halnya dengan kesenjangan pendapatan yang terjadi di Indonesia. Menurut penelitian Kuncoro yang dikutip Investor Daily (23 November 2007), pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 2000 hanya dinikmati oleh 40% golongan menengah dan 20% golongan terkaya. Sisanya 40% golongan berpendapatan terendah semakin tersisih. Pada tahun 2000, kelompok ini menikmati porsi pertumbuhan sebesar 20,92%, sedangkan pada tahun 2006, kelompok miskin ini hanya menikmati porsi pertumbuhan ekonomi sebesar 19,2%. Sebaliknya, 20% kelompok kaya semakin menikmati pertumbuhan ekonomi, dari 42,19% menjadi 45,72% dalam kurun waktu yang sama.


Fakta serupa juga ditemukan pula dalam Human Development Report 2006 yang diterbitkan oleh UNDP (United Nations Development Programme). Berdasarkan laporan tersebut, 10% kelompok kaya dunia menguasai 54% total kekayaan dunia. Sedangkan sisanya 90% masyarakat dunia menguasai 46% total kekayaan dunia (Beik, 2006). Salah satu faktor utama yang menyebabkan besarnya kesenjangan pendapatan tersebut adalah karena ketiadaan mekanisme distribusi kekayaan yang mencerminkan prinsip keadilan dan keseimbangan, sehingga kekayaan terkonsentrasi di tangan segelintir kelompok.


Ajaran Islam yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan perlu terus-menerus digali dan diimplementasikan dengan penuh keyakinan dan kesungguhan.

Kekuatan Umat
Jika penganut Katolik dan Protestan dipisahkan dalam penjumlahannya, maka pemeluk agama Islam merupakan jumlah yang terbesar. Hampir seperlima penduduk dunia beragama Islam. Demikian pula di negara kita, sebagaimana telah sama-sama diketahui, lebih dari 80% pendudukan Indonesia beragama Islam. Ini merupakan sebuah potensi dan kekuatan yang sangat luar biasa. Tinggal bagaimana para pemimpin umat, para tokoh dan kita semua berupaya meningkatkan kualitasnya. Ormas dan Orpol Islam, harus percaya diri dengan kekuatan umat. Kita harus mampu menyusun langkah-langkah strategis, terencana, profesional, sinergik dan terus-menerus untuk membangun kekuatannya, dalam semua bidang kehidupan, terutama pendidikan, ekonomi dan kesejahteraan. Kita harus menghentikan cara-cara konvensional dan tidak bermartabat, yaitu mendekati umat hanya menjelang PILKADA (memilih kepala daerah) ataupun PEMILU (pemilihan umum) seperti yang terjadi selama ini. Mereka dibujuk, dirayu, diberikan janj-janji kosong yang sesungguhnya tidak akan pernah bisa direalisasikan. Kita berharap, para kandidat harus berhenti melakukan proses pembodohan. Apalagi disertai dengan money politics (politik uang) yang sekarang ini semakin tidak terkendali dan sungguh sangat mengerikan.


Jika hal ini tidak segera diakhiri, kita khawatir yang muncul nanti adalah para pemimpin formal yang mengendalikan birokrasi dan pemerintahan ini, adalah orang-orang yang terbiasa dengan permainan uang.

Potensi Sumber Alam
Allah SWT telah menganugerahkan negara kesatuan Republik Indonesia, yang penduduknya mayoritas umat Islam ini, sebuah negara yang memiliki sumber alam yang luar biasa. Hutan yang luas, sumber mata air yang mengalir dimana-mana, tanah yang subur, barang tambang yang terdapat diberbagai kawasan, dan kekayaan alam lainnya. Jika sumber alan ini dikelola dengan penuh tanggung jawab, amanah, profesional dan berpihak pada kepentingan rakyat, maka sesungguhnya Indonesia akan menjadi sebauh negara yang mandiri, kuat, bermartabat dan tidak tergantung pada pihak lain.


Kekisruhan yang terjadi selama ini, karena alam Indonesia dikelola, bukan dengan semangat mensejahterakan masyarakat, akan tetapi kerakusan dan ketamakan untuk untuk memperkaya diri sendiri ataupun hanya terbatas untuk kelompoknya saja. Akhirnya yang terjadi, adalah penipuan, pembohongan, pengkhianatan, dan KKN, yang semuanya berujung pada kerusakan dan kehancuran. Sumber alam ini harus dikelola, disamping dengan kekuatan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga harus disertai dengan hati nurani yang dibimbing oleh cahaya Allah SWT yang terdapat dalam kitab suci-Nya, al-Qur'an al-Karim. Perhatikan firman-Nya dalam QS. Luqman [31] ayat 20: "
Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan."

Karena itu, mari kita bergandengan tangan, bahu membahu, bekerja keras dan sungguh-sungguh dalam barisan yang rapi dan teratur, untuk menggali potensi-potensi dan kekuatan tersebut di atas, maupun potensi lainnya, demi kepentingan umat dan bangsa yang kita cintai ini.


Wallahu 'alamu bi ash Showab